Judul Buku : Satu TuhanSeribu Tafsir
Pengarang : Abdul Munir
Mulkan
Penerbit :
(IMPULSE-Kanisius, Yogyakarta, 2007)
Halaman :
173 halaman
Memonopoli sebuah
kebenaran atas keyakinannya sendiri dianggap salah pada saat ini. Orang tidak
boleh memaksakan kebenaran agamanya terhadap yang lain, seperti halnya orang
lain tidak boleh menyalahkan keagamaan orang yang berbeda dengannya. Tuhan
selaku Sang pencipta, poros dari aktivitas manusia beserta alam raya secara
keseluruhan merupakan tujuan akhir dalam setiap ajaran
agama.
Buku dengan judul satu Tuhan seribu
tafsir ini adalah salah satu dari tanggapan akan pemonopolian kebenaran Tuhan.
Penulisnya adalah seorang aktivis Muhamadiyyah, dikenal cukup toleran, pluralis
dan terbuka. Karyanya ini merupakan kompilasi dari berbagai tulisan yang
sebelumnya pernah terbit dibeberapa Koran dan hasil makalah diberbagai forum
seminar dan workshop. Didalamnya terdapat judul-judul “unik” juga menarik untuk
kita baca dan telaah lebih dalam karena pembahsan-pembahsannya berkutat pada
tema sentral yaitu ketuhanan. Banyak orang yang memaksakan pandangannya
terhadap pandangan orang lain, seakan-akan pandangan atau pemahamannya terhadap
teks keagamaan sudah paling benar dan utuh. Hal inilah yang senantiasa dibahas
secara seksama oleh si penulis. Bagaimana bisa seorang muslim “mengkafirkan”
kawannya yang kafir sedangkan, rutinitas sosialnya cukup baik dan toleran?
Pertanyaan diatas cukup
“menohok” kita sebagai muslim. Permasalahannya menjadi tidak sederhana ketika
seseorang secara tidaklangsung dianggap “sah” masuk surga tanpa ada iman
didalamnya. Pengaburan makna Islam, hanya sebatas ketundukan dan berserah diri
berimplikasi pada pemahaman bahwa setiap orang yang berserah diri kepada
Tuhannya masing-masing dianggap juga seorang muslim walau tidak menucapkan dua
kalimat syahadat. Argumen-argumen tersebut akan banyak kita dapati dalam buku
karangan Munir Mulkan ini. Padahal keimanan merupakan hal dasar bagi setiap
muslim yang berimplikasi disetiap aktivitas kehidupan. Disinilah baik dan buruk
ditentukan pula oleh keimanannya, dengan secara demikian tidak bisa seorang
kafir sosialis humanis bisa dianggap baik dimata Allah, karena kekafirannyapun
sudah merupakan keburukan dalam Islam. Masalah selanjutnya adalah pemaknaan
Islam yang sempit sebatas berserah diri. Berserah diri yang benar dalam Islam
adalah diikuti oleh ibadah dengan segala kesadarannya, bersifat terus-menerus sesuai
dengan syari’at Allah lewat rasul-Nya.
Buku ini menjadi penting untuk dibaca oleh kalangan akademisi, untuk dapat mengetahui sejauh mana pemikiran-pemikiran liberal masuk dalam ranah akademisi.
Posting Komentar